(Milenial Jangan Dijadikan Penyumbang Suara Belaka)
Dr. H. Bambang Supriyadi M.Pd
Semua orang boleh bermimpi menjadi pemimpin. Bahkan bisa menjadi pemimpin idaman. Pemimpin yang sempurna, cakap, cerdas, sigap, bijaksana, berwibawa dan berakhlaq mulia.
Namun perlu disadari bahwa semua yang hidup di dunia ini, tidak ada yang sempurna. Karena, kesempurnaan itu hanyalah milik Alloh swt.
Ketidaksempurnaan bisa menjadikan kufur, namun bisa juga menjadi syukur. Setiap insan memiliki haq dan kewajiban sesuai dengan tugas dan perannya.
Berlaku bagi setiap manusia dewasa yang memiliki haq untuk memilih dan dipilih menjadi pemimpin.
Karena, pada dasarnya setiap orang adalah pemimpin untuk dirinya. Yang kuasa mengatur dan menentukan arah tujuan hidupnya.
Begitu pun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hadirnya figur pimpinan yang mumpuni sangatlah didambakan.
Seperti dalam perhelatan memilih seorang pemimpin, baik itu di tingkat RT, RW, desa, organisasi, instansi, perusahaan, atau lebih luasnya yang sifatnya regional maupun nasional, tidaklah sesederhana dalam ucapan. Tapi dibutuhkan penalaran dan pertimbangan yang bijak dan matang tidak apriori.
Proses harus dilalui melalui mekanisme yang sistemik berdasarkan kesepakatan atau perundangan yang berlaku. Tidak serta merta karena kekuasaan atau jabatan bisa semena-mena mempermainkan aturan. Tetapi, ada norma-norma tersurat dan tersirat menyertai di dalamnya yang harus dipatuhi dan dihormati bersama.
Kesiapan dan kesigapan mental spiritul pemimpin dipertaruhkan dalam sebuah perebutan empati dan simpati serta kepercayaan masyarakat pendukungnya.
Kehandalan dalam pengalaman mengatasi permasalahan, tantangan dan ujian memerdekakan kecerdasan gagasan, menyatukan kebhinekaan, memberikan keamanan, kesejahteraan, kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan yang tentram raharja.
Pimpinan adalah seseorang yang diberi kuasa. Ibarat mesin kendaraan. Jika dalam kendaraan itu mesinnya satu sistem tidak berfungsi maka akan berdampak pada fungsi sistem lainnya. Lajunya tak akan lancar bahkan bisa membahayakan bagi keselamatan penggunanya atau penumpangnya.
Pertanyaan lanjutan, sekarang siapa yang berkuasa atas kendaraan tersebut?
Jawabnya tentunya pemilik kendaraan itu sendiri.
Tapi apa artinya kekuasaan jika sang pemilik kekuasaan itu tidak mampu menjadi supir atas kendaraannya sendiri, tidak bisa menyetir?
Jika terjadi hal demikian, tentunya dibutuhkan kehadiran supir pengganti yang benar-benar profesional dan terpercaya bisa mengendarai kendaraan sesuai fungsinya menuju arah tujuan.
Kendaraan adalah sarana sebagai media pengantar, pembawa ke arah tujuan mencapai visi misi sang pemilik.
Perlu diingat bahwa hal utama dalam kendaraan adalah setir. Setir bisa dikemudikan dengan baik oleh supir, orang yang telah teruji dan berpengalaman dalam menyetir, yang bertanggungjawab dan ahli mengendalikan serta dikuatkan dengan memiliki surat ijin mengemudi, sebagai legalitas penenang dalam berkendaraan.
Kelihaian supir mengemudikan setir akan membuat penumpang nyaman dan aman.
Supir yang menguasai dan ahli diharapkan tidak sekedar bisa memaju-mundurkan kendaraannya saja, tetapi dia tahu, mengenal dan paham da dengan jeli bagian-bagian utama kendaraannya.
Dengan keterampilnya supir yang handal punya kuasa atas kendaraan yang dikemudikannya. Dia berperan sebagai pemimpin dan pemegang kendali penting. Dia akan merasakan kendaraannya baik-baik saja atau ada gangguan yang bisa mengganggu keselamatan.
Supir memang ada di luar sistem mesin kendaraan. Namun, saat berkendara maka supirlah yang berkuasa menyetir, meski dia bukan pemilik atas kendaraan tersebut.
Maka, jadilah yang berhaq atas lajunya kendaraan itu adalah sang supir.
Tapi supir tidak bisa semena-mena menjalankan kendaraan di jalan raya, karena ada lagi yang lebih berhaq untuk mengatur ketertiban keamanan dan keselamatan semua pengguna jalan raya, yaitu Polisi lalu lintas. Maka sekarang polisilah yang berhaq atas kendaraan itu jika terjadi masalah di jalan raya.
Polisi bertindak dan bekerja pun tidak semena-mena semua berdasar pada aturan dalam kedinasannya.
Maka Aturan itulah yang memandu, mengatur atas haq wewenang dan kewajibannya.
Inilah essensi dari sebuah keharmonisan dalam pemimpin kehidupan
Pemimpin idaman yang berhati nurani, berbudi pekerti, amanah, cerdas dan berjiwa besar membawa kesejahteraan dan keselamatan lahir batin yang dipimpinnya.
Pemimpin yang bisa mengendalikan warga berdasarkan aturan agama dan norma sosial budaya berbangsa dan bernegara.
Karena semua akan dipertanggungjawabkan di hadapan Yang Maha Kuasa.
Semoga dalam setiap episode kehidupan di dunia ini tetus hadir pemimpin-pemimpin sejati yang benar-benar berhati mulia, bersih tulus dan ridho dalam mengemban tugas kepemimpinannya.