Dr. Bambang Supriyadi, M.Pd.
Mendeskripsikan Indonesia dengan sebuah kalimat, hanya ada satu kata yang bisa menggambarkan bangsa ini yaitu keajaiban. Indonesia terdiri dari 17.504 pulau, 1340 suku dan lebih dari 650 bahasa, semuanya berkumpul menjadi satu dan memiliki sebuah keinginan yang sama yaitu menjadi sebuah negara, Indonesia. Setiap bangsa di dunia yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas kearah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan sebuah dasar, dasar yang sama, pandangan hidup yang sama, ideologi yang sama. Tanpa memiliki sebuah dasar, suatu bangsa akan merasa terombang – ambing dalam menghadapi persoalan yang timbul, baik persoalan masyarakatnya sendiri maupun persoalan dunia. Banyaknya keberagaman menimbulkan perbedaan yang diduga membuat sebuah negara akan mengalami kesulitan dalam. Tetapi tidak berlaku bagi negara Indonesia. Indonesia memiliki dasar yang menjadi jiwa pada seluruh rakyat Indonesia, yaitu Pancasila. Sebagaimana telah tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4, Pancasila merupakan dasar dan jati diri dari bangsa kita.
Dengan adanya perbedaan di Indonesia, tanpa adanya Pancasila maka akan ada dua macam jalan yang akan terjadi, yang pertama adalah perpecahan yang akan terjadi karena ketidakseimbangan sosial, rasisme, SARA dan banyak hal yang bertentangan dengan Pancasila, atau jalan yang satunya adalah kehidupan yang harmonis dengan penuh rasa toleransi antar satu dengan yang lain agar dapat membuat sebuah kehidupan bersama di Indonesia. Maka dari itu Pancasila memegang penting peran dalam kehidupan bersama di Indonesia. Penerapan nilai terkandung dalam Pancasila dimulai dari usia dini dan bangku sekolah, sehingga setiap peserta didik memahami akan kebhinekaan dan pluralisme.
Dalam sila ke tiga, “Persatuan Indonesia” sila tersebut menggambarkan Indonesia adalah sebuah negara yang didasarkan oleh nilai persatuan, maka dari itu Pancasila begitu penting untuk meningkatkan nilai persatuan yang merupakan dasar dari hidup bersama di Indonesia. Pancasila bukanlah sekedar simbol, tapi merupakan sebuah gaya hidup, a way of life. Pancasila menjadi sebuah pedoman bagi rakyat Indonesia untuk melakukan segala hal dan menghadapi semua masalah. Berkat adanya Pancasila, masalah – masalah yang menjadi pemecah keutuhan bangsa dan negara dapat terselesaikan dengan baik.
Pancasila adalah dasar untuk memiliki kehidupan bersama di Indonesia, buktinya adalah dari isi Pancasila itu sendiri. Keutuhan dalam kehidupan bersama di Indonesia dapat terjaga dengan baik. Pancasila yang artinya lima prinsip, dimana semuanya saling berkaitan antar satu dengan yang lain. Kelima sila tersebut sama pentingnya, mulai dari sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dimana kita sebagai rakyat Indonesia berdasarkan atas kepercayaan masing – masing, akan tetapi tetap saling memahami dan tidak memihak pada satu agama saja, tetapi saling menghargai dan mentolerir antar agama. Lalu juga ada sila kedua yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, kita sebagai manusia harus saling memperlakukan sesama manusia secara adil dan menghindarkan segala macam penindasan. Sila ke tiga yang menggambarkan persatuan, sila ke empat yang berisi menjelaskan bahwa dalam melakukan keputusan semuanya harus didasari oleh keputusan yang berasal dari keputusan bersama dalam musyawarah, dan sila kelima tentang keadilan, dimana semua rakyat Indonesia harus mendapatkan perlakuan yang adil di mata negara dan di mata semua orang. Semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu menjadikan kita semua agar bisa hidup bersama, rukun, dan menjadi satu darah, satu bahasa dan satu bangsa yaitu Indonesia.
Pendidikan Pancasila di Indonesia sudah diajarkan di SD, SMP, SMA bahkan di perguruan tinggi di Indonesia, tetapi masih tidak sedikit orang yang masih belum mengerti penuh apa yang menjadi makna penting dalam Pancasila itu sendiri. Nyatanya, dengan ada orang – orang yang tidak mengerti Pancasila sepenuhnya seperti itu malah membuat dampak yang begitu besar di masyarakat kita dan merusak keharmonisan dari yang sudah menjalankan kehidupan sesuai dengan Pancasila. Nyatanya, orang – orang yang tidak mengerti Pancasila secara penuh itu malah membuat begitu banyak masalah di Indonesia. Dengan memahami nilai – nilai Pancasila maka akan menumbuhkan jiwa persatuan dan kesatuan sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang berartikan “Berbeda – beda tetapi tetapi tetap satu jua”. Walaupun Pancasila ini sudah ada dan menjadi dasar dari negara kita selama 74 tahun, banyak rakyat Indonesia yang belum memperdulikan (survei UKP PIP, 24 dari 100 orang Indonesia masih tidak hafal Pancasila). Hal ini membuat Indonesia perlu disadarkan lebih lagi mengenai pentingnya Pancasila untuk kehidupan bersama.
Menyakini negara Indonesia yang rakyatnya majemuk SARA tidak akan berdiri kokoh dan eksis bila Pancasila tidak diyakini sebagai dasar negara. Maka dari itu dengan konsep Pancasila yang sudah begitu sempurna akan lebih baik lagi jika dapat diterapkan secara nyata oleh seluruh masyarakat Indonesia terlebih generasi penerus Indonesia. Kita sebagai warga negara Indonesia yang baik sebaiknya selalu mengedepankan dan menjalankan nilai – nilai Pancasila dan menjadikannya dasar dalam kehidupan dari kita. Sehingga dengan begitu Indonesia yang selalu kita impikan dapat segera terwujud. Tentunya tidak akan semudah itu, maka dari itu kita harus saling mengingatkan antar satu sama lain dan selalu menjalankan nilai – nilai Pancasila itu tersebut sebagai dasar kehidupan bersama di Indonesia.
“Aku tidak mengatakan, bahwa aku yang menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami, tradisi-tradisi kami sendiri, dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah.” Kalimat tersebut diutarakan oleh Ir. Soekarno, untuk mengonfirmasi bahwa Pancasila diracik dari nilai nilai yang tumbuh di nusantara.
Dengan kata lain, nilai – nilai Pancasila semestinya sudah menjadi bagian hidup kita karena sebenarnya nilai – nilai merupakan kristalisasi dari nilai nilai budaya kita. Hal ini, ditambah lagi, sebagaimana pengalaman saya, secara kognitif sudah menginternalisasi pendidikan Pancasila di bangku persekolahan, mulai dari SD hingga SMA dan perguruan tinggi. Pengalaman demikian mestinya, tanpa kita sadari Pancasila sudah seharusnya menjadi gaya hidup, bahkan sudah menjadi sesuatu hal yang bisa kita lakukan tanpa harus kita ingat.
Berupaya secara optimal, meskipun sudah menginternalisasi nilai nilai pancasila secara formal di semua proses pembelajaran dan semua kegiatan sekolah, kami sadar masih ada saja oknum-oknum yang belum mengeksternalisasi nilai nilai Pancasila secara baik? Adanya rasisme, ketidakadilan, korupsi, egoisme, sukuisme, konflik di sekitar kita dan berbagai turunannya mengindikasikan bahwa Pancasila belum sepenuhnya optimal menjadi gaya hidup kita. Perlunya contoh dan keteladanan dari kita semua.
Dalam tulisan singkat ini, saya tidak akan mengutarakan secara luas, mengapa Pancasila belum menjadi gaya hidup, tetapi saya akan mensharingkan bagaimana saya menjadikan Pancasila sebagai gaya hidup dalam keseharian di SMAN 1 Dramaga termasuk testimoni siswa tentang pendidikan karakter Pancasila pada diri mereka. Tanpa bermaksud menggurui, ijinkan saya menyampaikan bagaimana SMAN 1 Dramaga menginternalisasi nilai – nilai Pancasila dalam keseharian, melalui keteladanan pendidik.
- Ketuhanan yang Maha Esa.
Bagi saya, sila pertama ini mendeklarasikan kemerdekaan dalam beragama, kita bisa bebas memilih Agama yang kita mau. Hak kebebasan dalam beragama juga tertuang dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap peserta didik untuk memeluk Agamanya masing-masing, dan untuk beribadah menurut Agama dan Kepercayaannya itu. Sekolah memfasilitasi melalui Pendidikan Agama dan Budi Pekerti melalui kegiataan keagamaan masing-masing.
Sebagai Kepala Sekolah, sila pertama ini sangat jelas. Sekolah mencipkan suasana yang nyaman menjalankan ajaran agama, demikian juga sebagai sekolah harus memberi kenyamanan bagi setiap peserta didik untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing masing. Bahwa perbedaan dalam berkeyakinan dan beragama itu adalah pasti ada, tetapi sebagai seorang yang menjiwai pancasila menganggap perbedaan itu sebagai keindahan. Itulah bukti keesaan Tuhan yang menaungi semua perbedaan agama dan keyakinan.
- Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Sekolah sudah dan terus berusaha memperlakukan peserta didik dengan baik tanpa memandang suku, ras, agama, latar belakang, jenis kelamin, maka dalam pemahaman saya, menerapkan Pancasila yang ke-2 ini. Contoh lainnya bisa dengan toleransi antar sesama siswa, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dan lain-lain.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sebagaimana juga tertuang dalam pasal 27, 28, 29, 31 UUD 1945, dalam pemahaman saya, sungguh sungguh sudah menjadi nyata, ketika sekolah menganggap setiap orang, tanpa memandang latar belakangnya, sebagai saudara. Sebagai saudara, maka orang lain adalah setara. Setara karena sama sama menghirup udara dari sumber yang sama.
- Persatuan Indonesia.
Indonesia memiliki banyak suku, ras, budaya, agama, etnis, dan berbagai unsur unsur lain yang hanya bisa ditemukan di negeri ini. Itulah adalah anugerah bagi saya dan bagi setiap orang yang terlahir di Indonesia. Walaupun terdapat banyak perbedaan, sebagai warga Indonesia yang pancasilais, kita melihat perbedaan itu sebagai keindahan dan kekayaan yang harus tetap dirawat. Perbedaan itu memperkaya khazanah pemikiran dan wawasan budaya saya. Perbedaan itu juga mengajarkan saya bahwa yang baik dan benar tidak menjelma pada hal yang tunggal saja, tetapi berpadu dalam keunikan setiap unsur yang berbeda.
Merawat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang juga tercantum dalam pasal 30 ayat 1 dan 2 UUD 1945, adalah tugas setiap kita yang mencintai Indonesia. Indonesia itu ya sejak berdirinya penuh perbedaan, maka menjadi seorang indonesia yang pancasilais mau tidak mau harus memaklumi bahwa perbedaan adalah bagian hakiki dari Indonesia.
- Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan.
SMAN 1 Dramaga berusaha, bagaimana menjadikan perbedaan, yang adalah bagian hakiki dari bangsa Indonesia, menjadi harmoni tanpa harus menimbulkan konflik? Jawabannya ada pada sila ke empat ini. Sebagai seorang yang tumbuh dan berkembang dalam keberbedaan dalam banyak hal, saya selalu menjadikan musyawarah sebagai bagian hidup saya.
Dari pengalaman saya di sekolah, konflik tidak harus terjadi karena perbedaan, sebab dengan bermusyawarah semua hal, termasuk perbedaan, bisa selesaikan. Sejauh ini, saya tetap meyakini bahwa komunikasi yang baik dan terbuka bisa mengharmoniskan segala perbedaan. Dengan musyawarah dan komunikasi yang baik, setiap orang merasa dihargai dan diberdayakan.
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Tentu saja, setiap orang merasa dihargai dan diberdayakan jika dalam melakukan musyawarah dan komunikasi itu ada keadilan. Itulah sila kelima. Sekolah selalu berusaha menjadikan keadilan sebagai ukuran dan tujuan dalam bermusyawarah untuk mengakomodasi perbedaan. Adil itu tidak selalu harus sama sama rata, tetapi semua merasa dihargai dan diberdayakan, meskipun perolehannya berbeda beda. Adil itu ya, ketika sekolah hadir dan bertindak dalam kebersamaan, tanpa merugikan satu orang pun, ketika apa yang dikatakan, janjikan, pikirkan seirama dengan perbuatan.
Sampai disini, sekali lagi saya sebagai kepala sekolah hanya mensharingkan bagaimana menjadikan Pancasila sebagai gaya hidup, utamanya oleh seorang pelajar. Pancasila itu sudah, sedang, dan akan tetap menjadi gaya hidup kita, bukan karena Ir. Soekarno hingga sampai era Pak Jokowi menghimbaunya, tetapi karena kita nyaman untuk tumbuh dan berkembang dalam nilai-nilai Pancasila. Itu sebabnya, saya selalu berani mengatakan Pancasila itu keren, karena Indonesia sangat beragam untuk menjadi suatu bangsa dan negara.
References
Adibah, I. Z. (2017). Pendekatan Sosiologis Dalam Studi Islam. INSPIRASI: Jurnal Kajian Dan Penelitian Pendidikan Islam, 1(1), 1–20.
Amiruddin. (2016). Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Prof. Dr. Azumardi Azra, Ma. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam, 6(2).
Arini, A., & Umami, H. (2019). Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Melalui Pembelajaran Konstruktivistik Dan Sosiokultural. Indonesian Journal of Islamic Education Studies (IJIES), 2(2), 104–114. https://doi.org/10.33367/ijies.v2i2.845
Laili, H. (2020). Dinamika pesantren Nahdlatul Wathan: refleksi modal spiritual dan sosiokultural. EDISI, 2(2), 269–284. https://doi.org/10.36088/edisi.v2i2.894
Mahmud, H. (2012). Sosiologi Pendidikan. CV. Pustaka.
Mahmud, M. (2019). Manajemen pendidikan tinggi. PT Remaja Rosdakarya.
Ningsih, T. (2019). Peran Pendidikan Islam Dalam Membentuk Karakter Siswa Di Era Revolosi Industri 4.0 Di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Banyumas. Insania: Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan, 24(2), 220–231. https://doi.org/10.24090/insania.v24i2.3049