(Dr. Bambang Supriyadi, M.Pd.)
Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 menandai awal kebebasan Indonesia dari penjajahan Jepang. Peristiwa penting ini kemudian diperingati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Indonesia setiap tahunnya. Indonesia resmi memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Terjadi serangkaian peristiwa penting menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peristiwa-peristiwa penting itu pulalah yang turut melatarbelakangi dibacakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ada enam peristiwa penting yang terjadi menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, yaitu:
- Dibentuknya BPUPKI dan PPKI
- Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki
- Jepang menyerah kepada Sekutu
- Peristiwa Rengasdengklok
- Penyusunan naskah proklamasi
- Sambutan Rakyat terhadap Proklamasi Kemerdekaan
BPUPKI yang kemudian menjadi PPKI, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai resmi dibentuk oleh Jepang pada 29 April 1945, bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Sebelum membentuk BPUPKI, Jepang tengah dalam kondisi terdesak karena kalah di Perang Asia Pasifik pada akhir 1944. Di sisi lain, rakyat Indonesia pun kian gencar melakukan pemberontakan di berbagai daerah untuk menuntut kemerdekaan. Untuk keluar dari kondisi terdesak itu, Jepang akhirnya memutuskan memenuhi janji memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia.
Langkah awal yang diambil Jepang untuk memenuhi janji tersebut adalah dengan membentuk BPUPKI. Meski, Jepang sebenarnya memiliki motif lain dalam pembentukan BPUPKI, yaitu menarik simpati rakyat Indonesia dan mempertahankan sisa-sisa kekuatan mereka. Berkaitan dengan janji yang telah dikemukakan oleh pihak Jepang, pada 1 Maret 1945, diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Sidang BPUPKI yang pertama membahas tentang rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Sidang Kedua BPUPKI Sidang kedua membahas rencana Undang-Undang Dasar (UUD). Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidato di hadapan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Pidato tersebut, yang dikenal dengan “Pancasila sebagai Dasar Negara”, merupakan salah satu tonggak penting menuju proklamasi kemerdekaan.
Akan tetapi, rencana Jepang tidak berjalan dengan baik. BPUPKI justru serius dan berhasil mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Setelah menyelesaikan tugasnya dengan baik, BPUPKI dibubarkan pada 7 Agustus 1945, kemudian Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI bertugas meneruskan persiapan kemerdekaan Indonesia dan memulai sidang pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi. BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah menyelesaikan tugasnya. Selanjutnya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Mohammad Hatta. BPUPKI dan PPKI adalah badan-badan yang bertugas menyusun dasar-dasar negara Indonesia yang merdeka. Sidang-sidang BPUPKI dan PPKI dilaksanakan sebelum proklamasi untuk membahas pokok-pokok konstitusi dan menyusun naskah proklamasi
Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki Peristiwa penting kedua yang terjadi sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah jatuhnya dua kota penting Jepang, Hiroshima dan Nagasaki. Hiroshima dibom pada 6 Agustus 1945. Tiga hari kemudian, pada 9 Agustus 1945, Sekutu menjatuhkan bom di Nagasaki. Dua kota penting itu hancur oleh serangan Sekutu sehingga membuat Jepang semakin tak berdaya.
Kekalahan Jepang dari Sekutu pun sudah berada di depan mata. Kondisi itu tentu saja menguntungkan bagi Indonesia yang merupakan jajahan Jepang. Sebab, kekalahan Jepang memberi peluang bagi Indonesia untuk segera merdeka. Jepang menyerah tanpa syarat Setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom, Jepang pun menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Jepang resmi memutuskan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945. Pernyataan resmi Jepang menyerah kepada Sekutu disampaikan langsung oleh Kaisar Hirohito melalui siaran radio nasional pada 15 Agustus 1945. Dengan menyerahnya Jepang, Perang Dunia II pun resmi berakhir. Sementara itu, status Indonesia yang merupakan negara jajahan Jepang, menjadi vacuum of power atau terjadinya kekosongan kekuasaan.
Kabar Jepang menyerah sampai ke Indonesia. Sebab, Sekutu menyiarkan kabar ini melalui radio BBC. Siaran tersebut didengar oleh Sutan Syahrir, salah satu tokoh pergerakan nasional. Lalu, Syahrir meneruskan kabar tersebut ke golongan tua dan golongan muda. Jepang sebenarnya berusaha mencegah agar berita mereka menyerah kepada Sekutu tidak sampai ke Indonesia. Namun, salah satu tokoh Indonesia, yakni Sutan Sjahrir, telah mendengar kabar Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Sjahrir pun segera menyampaikan kabar tersebut kepada golongan muda yang kemudian bergegas mendesak dua tokoh penting bangsa Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta, untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Kabar Jepang menyerah kepada Sekutu membuat golongan muda ingin segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun, golongan tua tak sependapat. Sebab menurut golongan tua, proklamasi kemerdekaan harus melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara golongan muda menolak karena PPKI adalah lembaga buatan Jepang. Menurut golongan muda, proklamasi kemerdekaan melalui PPKI sama saja dengan menginginkan kemerdekaan dengan campur tangan Jepang. Golongan muda ingin kemerdekaan Indonesia dilakukan atas pengorbanan dan perjuangan rakyat Indonesia sendiri, bukan atas campur tangan Jepang. Namun, golongan tua termasuk Soekarno dan Moh. Hatta tetap menolak. Mereka ingin bertemu wakil Jepang dulu untuk membicarakan rencana tersebut. Peristiwa Rengasdengklok diawali oleh peristiwa menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada pasukan Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Perbedaan pendapat yang melatarbelakangi peristiwa Rengasdengklok. Peristiwa Rengasdengklok terjadi setelah mendengar kabar Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, golongan muda mendesak proklamasi kemerdekaan Indonesia segera diumumkan. Namun, golongan tua berpendapat bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia sebaiknya dilakukan secara terstruktur dan mendapatkan pengakuan dari negara lain. Perbedaan pandangan itu kemudian membuat golongan muda berinisiatif “menculik” Soekarno dan Moh Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok demi menjauhkan dua tokoh penting bangsa Indonesia itu dari pengaruh Jepang. Penculikan Soekarno dan Hatta oleh golongan muda ini disebut sebagai Peristiwa Rengasdengklok. Setelah satu hari berada di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta akhirnya setuju untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia selambat-lambatnya pada 17 Agustus 1945.
Dari Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta dijemput oleh Achmad Soebardjo kemudian dibawa kembali ke Jakarta. Setibanya di Jakarta, pada dini hari tanggal 17 Agustus 1945, mereka singgah di kediaman Laksamana Tadashi Maeda, untuk merumuskan teks proklamasi. Penyusunan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia terjadi di ruang makan rumah Laksamana Maeda. Penolakan dari Jepang membuat Soekarno dan Moh. Hatta akhirnya mau mempercepat proklamasi kemerdekaan Indonesia sehingga Teks Proklamasi pun segera disusun. Penyusunan Teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, Moh. Hatta dan Achmad Subardjo di kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat. Achmad Subardjo menyumbang kalimat utama dan Moh. Hatta menyumbang kalimat terakhir dalam Teks Proklamasi. Soekarno menuliskannya Teks Proklamasi tersebut. Kemudian, Soekarno dan Moh. Hatta menandatangani Teks Proklamasi atas usul Sukarni dan menyerahkan naskah itu ke Sayuti Melik untuk diketik dengan beberapa perubahan yang disepakati. Di sana, Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo merumuskan teks proklamasi dengan disaksikan Sukarni, B.M. Diah Sudiro, dan Sayuti Melik. Perumusan teks proklamasi di rumah Maeda juga disaksikan satu tokoh Jepang, yakni Miyoshi yang merupakan orang kepercayaan Somobuco (kepala pemerintahan umum), Mayor Jenderal Nishimura. Sementara itu, tokoh-tokoh lain, baik dari golongan tua maupun muda, menunggu di serambi muka rumah Laksamana Maeda. Rumusah teks proklamasi ditulis tangan oleh Soekarno. Adapun penyusunan konsep teks proklamasi selesai saat menjelang subuh. Sayuti Melik menyalin teks dan mengetik naskah proklamasi di mesin ketik milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler yang diambil dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman. Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia kemudian dibacakan di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56, pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi
Diorama Penyusunan Teks Proklamasi Kemerdekaan
Rapat Raksasa di Lapangan Ikada peristiwa ini mempertemukan rakyat dengan para pemimpinnya dan sekaligus memberikan kepercayaan rakyat kepada para pemimpinnya. Tanggapan di berbagai daerah terhadap proklamasi, Yogyakarta menyatakan bergabung deengan Indonesia.